Dumonduh.com - Perdagangan komoditas pada Kamis (24/4) ditutup dengan kecenderungan menguat. Kenaikan ini terjadi di tengah tensi perang tarif antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya, serta dinamika pasokan global.

Minyak Mentah

Harga minyak mentah mengalami kenaikan tipis seiring berbagai faktor yang mempengaruhi pasar. Investor mencerna pelemahan dolar AS, kemungkinan peningkatan produksi dari OPEC+, serta kabar ekonomi yang beragam termasuk konflik tarif AS dan dampak perang Rusia-Ukraina.

Mengutip data dari Reuters, harga minyak mentah Brent tercatat naik 0,7% menjadi USD 66,55 per barel, sementara harga West Texas Intermediate (WTI) asal AS meningkat 0,8% menjadi USD 62,79 per barel.

Batu Bara

Komoditas batu bara juga mencatat kenaikan pada hari yang sama. Berdasarkan data dari TradingEconomics, harga batu bara naik sebesar 1,12% ke level USD 94,75 per ton.

Namun demikian, harga batu bara Newcastle sempat turun di bawah USD 94 per ton, menyentuh level terendah dalam empat tahun terakhir akibat lemahnya permintaan dan pasokan yang melimpah dari produsen utama. Cuaca musim dingin yang tidak terlalu ekstrem di China serta negara-negara Asia lainnya menyebabkan permintaan listrik turun drastis.

Meskipun permintaan melemah, produksi tetap tinggi. Indonesia mencatat rekor produksi 836 juta ton tahun lalu, melampaui target sebesar 18%. China pun berencana menaikkan produksinya menjadi 4,82 miliar ton tahun ini, meningkat 1,5% dari tahun sebelumnya.

Minyak Sawit (CPO)

Harga minyak sawit mentah (CPO) cenderung stabil dengan sedikit kenaikan. Menurut TradingEconomics, harga CPO meningkat 0,03% menjadi MYR 4.036 per ton.

Penguatan ini didorong oleh proyeksi peningkatan permintaan dari India dan China, dua konsumen utama, menurut Dewan Minyak Sawit Malaysia. Dari sisi ekspor, laporan surveyor kargo menunjukkan pengiriman Malaysia hingga 20 April naik antara 11,9% hingga 18,5% dibandingkan Maret. Sementara itu, ekspor dari Indonesia tercatat turun hampir 2%.

Di sisi lain, China berencana mengurangi pembelian kedelai dari AS akibat ketegangan dagang yang sedang berlangsung, yang bisa mendorong permintaan terhadap CPO. Di AS sendiri, pernyataan dari mantan Presiden Trump mengenai kemungkinan kesepakatan tarif yang lebih lunak turut mengurangi volatilitas di pasar, termasuk di sektor minyak sawit.

Nikel

Komoditas nikel mengalami kenaikan signifikan. Berdasarkan data dari TradingEconomics, harga nikel naik 1,70% menjadi USD 15.840 per ton.

Sebelumnya, harga sempat jatuh ke level terendah dalam lebih dari empat tahun, yaitu USD 14.150 per ton pada 8 April. Namun, pasar kembali optimistis terhadap permintaan global di sektor manufaktur. Setelah sebelumnya mengumumkan tarif besar-besaran, AS memutuskan menunda sebagian besar kebijakan tersebut, yang turut membantu meredakan tekanan terhadap logam dasar.

Dari dalam negeri, muncul ekspektasi bahwa Indonesia akan memangkas kuota produksi hingga 120 juta ton tahun ini. Ini menjadi langkah lanjutan setelah larangan ekspor bijih nikel pada 2020 yang mendorong pembangunan puluhan smelter di tanah air oleh investor asal Tiongkok.

Timah

Harga timah juga menunjukkan tren kenaikan. Menurut data dari London Metal Exchange (LME), harga logam ini naik 1,43% menjadi USD 31.763 per ton.

Sebelumnya, harga sempat merosot di bawah USD 30.000 akibat kekhawatiran permintaan dari sektor manufaktur yang terganggu oleh memanasnya perang dagang antara AS dan China. Penurunan ini mendorong aksi jual logam dasar di pasar global.

Namun, kekhawatiran terhadap pasokan membatasi penurunan harga lebih lanjut. Gempa bumi di Myanmar mengancam proses pembukaan kembali tambang Man Maw, yang penting untuk pasokan ke China. Di sisi lain, meningkatnya konflik di Republik Demokratik Kongo mendorong Alphamin Resources untuk mengevakuasi salah satu tambang timah terbesar di dunia yang mereka operasikan.