Pertumbuhan ekonomi dan kekuatan rupiah di pasar valuta asing (valas) merupakan dua elemen yang saling berkaitan erat, meskipun seringkali dianggap sebagai isu yang terpisah dalam diskursus ekonomi nasional.

Dalam konteks Indonesia, kedua aspek ini saling mendukung dan bergantung satu sama lain. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, negara perlu memperkuat kedua aspek ini secara bersamaan. Namun, pencapaian ini tidak akan terjadi hanya melalui kebijakan yang sporadis atau reaktif, melainkan dengan pendekatan yang terukur, berbasis analisis mendalam, dan yang paling penting adalah berkelanjutan.

Tulisan ini akan membahas secara mendalam dua aspek tersebut, yakni pertumbuhan ekonomi dan kekuatan rupiah. Mari kita tinjau bersama.

Kondisi Ekonomi Indonesia di Persimpangan Jalan

Sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kekuatan rupiah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan angka positif, tetapi angka tersebut memerlukan analisis yang lebih mendalam.

Beberapa sektor, seperti manufaktur dan industri, telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, masih banyak sektor lain yang tertinggal. Meskipun sektor jasa dan perdagangan mengalami perkembangan pesat, kebijakan yang konsisten kadang masih kurang mendorong sektor ini.

Di sisi lain, rupiah, sebagai simbol kekuatan ekonomi negara, sering kali berada di bawah tekanan. Meskipun Bank Indonesia telah melakukan berbagai kebijakan untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar, rupiah terus berfluktuasi di pasar valas, menghadapi dolar Amerika Serikat dan mata uang kuat lainnya. Fluktuasi ini sering dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti kebijakan moneter Amerika Serikat, ketegangan geopolitik, dan harga komoditas global.

Masalah internal Indonesia juga tidak kalah penting untuk diperhatikan, mulai dari defisit transaksi berjalan hingga ketergantungan yang masih tinggi terhadap impor.

Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan: Lebih dari Sekadar Angka

Meski pertumbuhan ekonomi tinggi sering dianggap sebagai indikator keberhasilan, kenyataannya lebih kompleks dari itu. Pencapaian pertumbuhan ekonomi tinggi sering diukur melalui indikator makroekonomi seperti Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, angka PDB yang tinggi tidak selalu mencerminkan pemerataan ekonomi yang sesungguhnya.

Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, termasuk kualitas lapangan pekerjaan, distribusi kekayaan, dan keberlanjutan sumber daya alam yang digunakan. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan, Indonesia perlu merombak paradigma pembangunan ekonomi yang terfokus hanya pada angka-angka semata.

Pembangunan ekonomi harus mengutamakan peningkatan produktivitas sektor-sektor yang berpotensi menciptakan lapangan kerja luas dan berkelanjutan, seperti sektor teknologi, agribisnis, dan energi terbarukan. Peningkatan sektor manufaktur juga perlu didorong, tetapi harus disertai kebijakan yang meminimalkan ketergantungan pada impor barang modal dan bahan baku.

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah mendorong riset dan pengembangan (R&D) untuk menciptakan inovasi teknologi dan produk domestik yang lebih efisien, serta mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor. Ini penting, karena sektor manufaktur yang kuat akan menghasilkan produk yang tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga mampu bersaing di pasar global.

Selain itu, sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, harus mendapatkan perhatian lebih. Penguatan sektor UMKM akan membuka peluang besar untuk menciptakan lapangan kerja yang merata dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

Kebijakan yang lebih berpihak pada UMKM, seperti kemudahan akses pembiayaan, insentif pajak, dan dukungan pemasaran digital, sangat penting untuk meningkatkan kualitas produk dan daya saing di pasar global.

Mengatasi Ketergantungan terhadap Impor dan Meningkatkan Kekuatan Rupiah

Ketergantungan Indonesia terhadap impor, terutama bahan baku dan barang modal, sangat memengaruhi kekuatan rupiah di pasar valas. Defisit transaksi berjalan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir mencerminkan bahwa Indonesia masih mengimpor lebih banyak barang daripada yang diekspor.

Ketergantungan ini memperburuk posisi rupiah karena kebutuhan membayar impor dilakukan dengan dolar AS, sementara rupiah terus tertekan oleh permintaan dolar yang tinggi. Untuk mengatasi hal ini, Indonesia perlu fokus pada strategi mengurangi ketergantungan impor.

Salah satu langkah penting adalah memperkuat sektor industri dalam negeri agar lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan bahan baku dan barang modal. Hal ini juga berkaitan dengan upaya mendorong pengembangan industri ‘hulu’, seperti sektor pertambangan, energi, dan agroindustri yang dapat menghasilkan produk olahan bernilai tinggi.

Jika Indonesia mampu memproduksi barang-barang yang sebelumnya diimpor, permintaan terhadap dolar akan berkurang, yang pada akhirnya memperkuat kekuatan rupiah. Namun, untuk mencapai ini, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang sehat dan kondusif, mempermudah proses izin usaha, serta meningkatkan infrastruktur yang mendukung proses produksi dalam negeri.

Kebijakan yang mendukung pengembangan sumber daya manusia terampil dan berdaya saing juga sangat krusial, karena sektor industri yang berkembang pesat memerlukan tenaga kerja terampil dengan keahlian khusus.

Diversifikasi Sumber Daya Ekonomi dan Pengelolaan Keuangan Negara yang Cermat

Diversifikasi sumber daya ekonomi merupakan kunci penting lainnya untuk meningkatkan kekuatan rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan Indonesia pada sektor ekspor komoditas alam seperti minyak, gas, dan kelapa sawit bisa menjadi risiko karena harga komoditas global yang fluktuatif.

Oleh karena itu, Indonesia perlu berinovasi dengan mengembangkan sektor-sektor ekonomi baru, seperti teknologi informasi, ekonomi digital, dan energi terbarukan, yang dapat memberikan kontribusi jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai tukar rupiah.

Selain itu, pengelolaan keuangan negara yang cermat sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat rupiah. Menjaga agar defisit anggaran tidak terlalu tinggi dan utang negara tetap terkelola dengan baik adalah langkah penting dalam menghindari krisis fiskal yang dapat memengaruhi kekuatan rupiah di pasar global.

Kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia juga harus mendukung kebijakan fiskal ini, dengan menjaga inflasi terkendali dan memastikan ketersediaan likuiditas yang cukup untuk mendukung perekonomian domestik.

Membangun Ekonomi yang Tangguh dan Rupiah yang Kuat

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memperkuat kekuatan rupiah di pasar valas bukanlah tugas mudah, tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Indonesia memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya tergali, baik dari segi sumber daya alam, pasar domestik, maupun kreativitas masyarakat.

Dengan kebijakan yang tepat, terintegrasi, dan komitmen untuk memperkuat sektor-sektor ekonomi yang memiliki daya saing tinggi, Indonesia dapat memperbaiki kinerja ekonomi nasional. Peningkatan kekuatan rupiah akan tercapai apabila Indonesia mampu mengurangi ketergantungan pada impor, meningkatkan produktivitas dalam negeri, dan mengembangkan sektor-sektor berbasis inovasi.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas memerlukan kebijakan yang lebih inklusif dan tidak hanya mengejar angka, melainkan lebih mengutamakan pemerataan dan keberlanjutan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, Indonesia dapat menciptakan ekonomi yang tangguh, berdaya saing, dan memiliki kekuatan lebih di pasar global. Ini adalah langkah yang harus kita ambil bersama demi masa depan yang lebih sejahtera.