Setelah Prabowo Subianto resmi dilantik sebagai Presiden RI, pembahasan mengenai Bulog kembali mencuat. Perum Bulog dinilai sebagai lembaga strategis dalam mendukung swasembada pangan, yang menjadi salah satu prioritas pembangunan dalam Kabinet Merah Putih.
Sejarah Perum Bulog
Perusahaan Umum Bulog (Perum Bulog) berdiri pada 21 Januari 2003 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perum Bulog. Ketentuan ini kemudian mengalami revisi melalui PP Nomor 61 Tahun 2003, hingga PP Nomor 13 Tahun 2016 yang memperbarui dasar hukum Bulog sebagai badan usaha. Sebagai badan usaha milik negara (BUMN), Bulog selama ini lebih dikenal karena perannya dalam fungsi sosial dibandingkan sebagai pelaku bisnis yang kompetitif.
Bulog sebenarnya merupakan hasil transformasi dari Badan Urusan Logistik, sebuah lembaga pemerintah non-departemen (LPND). Perubahan ini mengakibatkan alur koordinasi Bulog berpindah dari Presiden langsung ke Kementerian BUMN dan lembaga teknis terkait. Namun, peran Bulog sebagai raksasa bisnis pangan yang diharapkan belum sepenuhnya terealisasi. Sebaliknya, fokus utama Bulog sering kali terkait penugasan pemerintah, seperti program distribusi beras untuk 22 juta rumah tangga penerima manfaat.
Arah Baru di Era Presiden Prabowo
Dalam berbagai laporan, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan komitmen untuk mengubah status Perum Bulog dari BUMN menjadi lembaga pemerintah yang langsung berada di bawah kendali Presiden. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan peran Bulog dalam mencapai swasembada pangan sekaligus menghapus statusnya sebagai perusahaan pelat merah.
Transformasi ini mengundang perdebatan. Sejak inisiatif awalnya, perubahan Bulog menjadi BUMN dianggap sebagai hasil intervensi IMF di masa reformasi. Hal ini sempat memunculkan kritik bahwa keputusan tersebut mengurangi kemandirian pemerintah dalam mengelola sektor pangan strategis.
Tantangan dan Peluang Transformasi
Transformasi Bulog menjadi lembaga pemerintah memerlukan peta jalan yang matang. Transformasi ini tidak hanya bermakna perubahan struktur, tetapi juga penguatan peran Bulog dalam melindungi petani dan menjaga stabilitas harga pangan. Dalam skenario ideal, Bulog dapat berfungsi sebagai "off taker," membeli hasil panen petani dengan harga wajar, sekaligus mencegah permainan harga oleh tengkulak.
Sebagai lembaga dengan sejarah panjang di bidang pangan, khususnya perberasan, Bulog memiliki rekam jejak yang solid dalam pengadaan dan distribusi beras, termasuk pelaksanaan impor bila diperlukan. Dengan transformasi ini, Bulog diharapkan mampu bekerja lebih lincah, memperkuat peran sebagai lembaga parastatal yang terpercaya, dan kembali menjadi "Badan Urusan Logistik" sesuai semangat awal pendiriannya.
Kesimpulan
Peta jalan transformasi yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo memberikan harapan baru bagi Bulog untuk mengoptimalkan fungsinya dalam mendukung swasembada pangan. Dengan berada langsung di bawah Presiden, Bulog dapat lebih fokus pada perannya sebagai pelindung petani dan stabilisator harga pangan, sekaligus meningkatkan kemandirian bangsa di sektor pangan. Langkah ini diharapkan membawa Bulog menjadi lembaga yang lebih tangguh, bermartabat, dan relevan dalam menghadapi tantangan pangan di masa depan.
0Komentar